Jumat, 31 Mei 2013

HUJANMU (I)

HUJANMU (I)

Jangan kau lerai
aku bergumul dengan lumpur yang basah oleh tatapmu
biarkan kupijar di dangkal danaumu
Dan kau tanya, siapa menangkap kunang-kunang di taman perdu?

Jangan kau lerai
Kupunguti sampah kertas yang tercabik di singkap dada
sebilah pena menyulam kanvas meracik kelopak bunga
Kembali kau tanya, siapa menyala dupa?

Jangan kau lerai
aku meniup seruling menyirap jerit sunyi
mendayu di kuping menabuh bening hati
setengah ragu kau menegas, kau kah mentari!

人长与人尺人 ㈠人ㄒ工
口ㄇ口 ㄒ长与㈠
了长ㄒ

October 16, 2010 at 9:05am

Minggu, 26 Mei 2013

BAIT-BAIT YANG TERSISA

BAIT-BAIT YANG TERSISA

1/
Ketika hujan reda
masih adakah suara atau jelma
atau hanya lirih seperti waktu ia memula
desah rintiknya bertumbuk di kaca

2/
jika esok tiba
kabarkan embun kepada bunga
hingga kupu-kupu tak perlu mencari warna
jauh-jauh ke bukit di atas sana
di sini masih ada bias merona
meski sedikit luput di sela-sela jemari kita

3/
tak ada yang salah dengan air mata
meski cinta telah menyembunyikan wajahnya
ke tubuh luka, rasa bersalah, bahkan basa-basi pesta
bukan melulu sandiwara atau pura-pura
mungkin, ada benarnya serupa mereka
para penggali dan pendoa tanah yang begitu dingin mengeksekusinya
tanpa beban harus menginsyafinya

4/
sempatkanlah senja
tentang rindu yang purba
dari gemercik perigi tua
mula menegakkan jeda
di tiap-tiap getar lafadznya
: menunggu kekasih tercinta

คкรคгค   ђคtเ
๏ภ๏  tкรђ
ןкt  8513

Jumat, 24 Mei 2013

DEJAVU

DAPUR SASTRA-DUET-SALING SILANG

JUDUL: DEJAVU

OLEH:  Ono Takashih-Fy Nady Sakyna

DEJAVU

Seorang bocah perempuan jatuh pingsan pada sebuah antrian. Mungkin tersebab cuaca yang sangat panas atau dikarenakan sejak pagi tadi belum sarapan. Ibunya mulai cemas melihat tubuh anaknya yang pucat.

"Seharusnya kamu ndak usah ikut Ibu mengantri Nduk, cukup Ibu saja yang mengambil jatah kita."
Dengan panik digendongnya tubuh mungil itu keluar dari kerumunan massa yang sama-sama mengantri.
Dermawan di kampung itu selalu membagikan sebagian hartanya setiap tahun. Dan sudah menjadi tradisi untuk rakyat kecil berbondong-bondong datang dari segala penjuru.

Hari ini cuaca terasa terik menyengat, terlebih di halaman rumah Sang Dermawan, tempat antrian untuk sembako itu dibagikan. Di antara massa yang berdesakan, tiba-tiba seorang ibu muda jatuh pingsan. Ibunya yang renta hanya mampu menangis.

"Jika duapuluh tahun lalu Ibu masih mampu menggendongmu, sekarang Ibu hanya bisa memandangimu, Nduk."

Nak, inilah skenario-Nya
Cinta terbaik terlukiskan oleh derita
Kecuplah dengan bening jiwa
Hingga lapar dan miskin menjadikan kita selalu terjaga
Sesederhana doa yang tak banyak meminta

人长与人尺人  长工ㄒ人
口ㄇ口 - 于ㄚ
了长ㄒ - ㄒ人与㈠工
090813

FF & PUISI

Hujan ke Sebelas
by: Fy Nady Sakyna

"Aku suka sekali  hujan yang setiap kali dikirimnya," bibirnya menyungging senyum yang ranum. Sangat manis. Ayu terbelalak.

"Nggak salah dengar nih, Fy. Bukankah kamu sangat membenci hujan?"

"Tidak, kali ini. Seperti basahnya yang mampu menyembunyikan airmataku." Dari balik jendela dipandanginya hujan di luar sana.

"Ada yang nggak beres nih. Kamu lagi jatuh cinta yah?" Ayu menebak. "Jangan bilang kalau sama si Ucup, yah?" seseorang yang diajak bicara sudah menghilang dari kamar.

Kaki mungilnya menapaki rerumputan yang basah. Sesekali berkecipak dengan air yang menggenang di halaman rumah mungil itu. Langit masih berawan. Begitupun kabut yang menenggelamkan kota. Sehingga sore itu menjadi sedikit remang. Namun ada rona jingga di kedua pipinya. Membayangkan pangeran pujaannya itu datang membawakan bunga untuknya.

"Heh! Fy. Itu cowok baru kamu, yah? Cakep uey. Pake kereta kuda lagi datengnya. Kereeen..," Ayu memanggilnya dari dalam rumah. Tangannya menunjuk arah di seberang jalan. Sosok kekar itu berjalan menuju rumah mereka. Fy tersipu dan segera menghambur untuk membukakan pintu pagar.

"Apa-apaan sih kamu, Fy?" gertakan itu mengagetkannya.

"Loh? kok njenengan yang datang, Gu.., guru?"

"Aku tunggu hasil puisimu sampai lumutan. Mana puisi hujanmu?" suara galak guru Ono menyadarkannya.

"Sa.., saya lagi nyari inspirasi toh, Guru. Sampai mainan hujan begini juga belum dapat," Fy menunduk takut.

"Kamu sadar nggak sih? tiap kali aku beri tugas nulis dengan tema "hujan", kamu selalu minta aku kasih contoh dulu. Sampai sekarang sudah sepuluh kali contoh hujan yang aku tulis." Guru Ono mulai geram.  Ayu keluar halaman membawa payung dan  mempersilahkan Guru Ono yang basah kuyup untuk segera  masuk rumah.

"Kok, Mas Ono tumben kemari pake kereta kuda, yah?"

"Hust! Andong itu mah! Manis amat kereta kuda. Jakarta makin polusi aja udaranya. Selain cinta alam, apa salahnya toh, kita juga turut mengurangi membludaknya mobil di ibukota ini."

"Oh..,iya, iya," Ayu dan Fy hanya manggut-manggut.

"Tadi saya kira pangeran yang dateng mau jemput Fy sih, Mas,"Ayu nyeletuk.

"Pantesan tadi aku perhatikan kok dia pake senyum-senyum sendiri," guru Ono tertawa renyah. Fy merasa semakin tersudut.

"Woooaaa.., susahnya nulis puisi hujan seperti milik guru Ono. Kali ini saya ngalah. Tolong kasih contoh lagi yah. Please.., pluuuease," Fy memasang wajah memelas sambil mengusap ingusnya.

HUJAN DAN CEMBURUMU
by : Ono Takashih


Kenapa harus hujan, sajakmu
rindu ini tak ubahnya debu di atap rumah
ia jatuh dan luruh hanya untuk merapat ke tanah
kemilaunya sekedar  basah
sedang tampiasnya kembali menepuk resah

Lagi-lagi hujan, ketusmu
tak ada ekspresi yang menjadikannya candu seperti ini
saat wajahmu bersungut-sungut dengan bibir sedikit mengerucut
kunikmati kopi dan kerutan di dahimu yang bersikeras menangkap lompatan imaji
sesekali kulihat puisi memelas di matamu yang api

Terima kasih hujan
teruntuk bait-bait yang membuatnya merajuk, bertekuk lutut berharap tambahan diksi 
kelak, kurajah huruf tebal-tebal sebagai kerinduan di tubuh puisi
kepada wajah cemberut dan aroma khasmu yang kuinsyafi
kau, perempuan penikmat puisi dan terasi

人长与人尺人  长工ㄒ人
口ㄇ口 - 于ㄚ
了长ㄒ - ㄒ人与㈠工
140513

Kamis, 23 Mei 2013

HUJANMU (XI)

HUJANMU (XI)

Pada malam-malam di matamu
kuselusupkan tubuh ini dalam gemuruh hujanmu
biar saja basah membiru
agar dapat menyirap lebih jauh lagi gigil rindu
meski lirih tak lagi syahdu atau hanya sendu
masih ada geliat  yang kukecup dingin di tengkukmu

Pada malam-malam di matamu
kutemukan puisi terbujur dalam dekap tubuh kenangan
sebagian baitnya tampak mulai kehitaman
sebagian yang menyala lebih redup dari harapan
biasnya hanyalah denyut yang sedikit lebih beruntung dari kematian

Janji terbaik tak harus dipercantik oleh kesetiaan menunggui kenangan
selalu ada makna baru yang datang disetiap kehilangan
seperti juga mula pembelajaran, kita mengakrabi pertemuan, nama-nama dan wajah asing keramaian
yang paling menyedihkan dari kesendirian adalah saat sunyi tak dapat lagi mengenali warna dan suara yang melintas di perjalanan

Pada malam-malam di matamu
biarkan kusurup menjelma embun
lalu kita jatuh dan luruh kembali dalam rinaimu yang mengalun
serupa gemercik subuh yang anggun
hingga letupnya hanya ingatan tentang nyala yang unggun

คкรคгค  
ђคtเ
๏ภ๏  tкรђ
ןкt  240513

Selasa, 14 Mei 2013

MASIH MERINDU

MASIH MERINDU

Dinihari yang terjaga,,,
dari hulu aksara kualirkan sungai kata
hingga luap anak-anak doa muarakan puja
sesampainya ombak di mata dan cermin berlinang sesal menangkap sia-sia
tiada ada di beranda

Pantulan khilaf
Menasbih bak muallaf
Luput dari shaf

lurus menyentuh
di kakimu, cahaya luruh kubersimpuh
pada angin yang bergerak jauh
kutitip asa merengkuh seribu bulan menjelma utuh
nikmat syahdu berlabuh

Insan nan kerdil
Dzikir semata kail
Qiyamul lail

Pesona terbaik adalah pancaran kharisma
menyambangi hati dari jendela hidayah yang
terbuka
oleh tangan Keagungan lewat indahnya jelma semesta
mengecup bening di dada

Sejuta kesan
Wajah seribu bulan
Dia keagungan

Aksara Hati
Ono Tksh
August 25, 2011 at 5:17pm ·

Senin, 13 Mei 2013

MELEPASMU

HAIBUN "MELEPASMU"

Andai dinginmu hanya sebatas embun, kudekap kau kepada pagi hingga mentari mencairkan kebekuan ini. Serupa embun yang luruh kembali pada subuh lalu jatuh, kita sama luluh tersentuh.

Pijar mentari
Menguning kulit padi
Senyum pak tani

Terima kasih untuk jeda dan ucapmu yang kerap membuat lega.
Sesantun krama penduduk dusun bertegur sapa, ditiap-tiap kendala bersandar pada doa-doa sederhana tak banyak meminta. Semuanya alir begitu saja oleh tatap matamu yang telaga.

Bayangan surya
Di bawah beringin tua
Berhembus sejuk

คкรคгค  
ђคtเ
๏ภ๏  tкรђ
ןкt  9912

MENGECUPMU

MENGECUPMU

Kekasih...
Ini bukan semata tetes liur atau bermaksud
melumasimu dengan lumpur, bukan pula sekedar pelipur
aku hanya ingin kesepian kita lebur
tanpa harus menjadikan bunganya gugur
menggenangi sisa umur

Kita sama terpana, sedikit lena, sesekali lirih
terbata oleh hujan yg membawa getarnya
deru nafasmu adalah wangi luka terpenjara kata
dari jeda yang mendinginkan aksara
maka kumemula persentuhan ini dengan bara mengabukan benang-benang dusta

Serupa pelepasan doa, kukecup serabut pada
sunyimu yang paling rimba
perlahan-lahan merayapi dinding rindu dari luka yang tersingkap di dada
menindih resah kedua di lekuk payudara
hingga sempurna denyutmu melapang usai puncaknya

Ini tentang harapan...
Kepada mantra yang sama penunjuk jalan
menangkap panggilan bunda saat-saat dulu
kau hilang arah tersesat dalam keramaian
meniti nikmat kepulangan, seperti juga senja di tubuh pejalan menggenggam kabar kedatangan

"Aksara Hati"
▷⊙N⊙™
January 8, 2012 at 6:16am

Jumat, 10 Mei 2013

EKSPEDISI CERMIN

EKSPEDISI CERMIN

Biar saja dedaun getar ditelikung kabut
asal bukan tubuh gendutmu oleh ulat yang mulai tumbuh pada rambut
hiruplah getah dan noda yang tercecer di rumput dari angin yang belum sempat melaut
nanti juga terbiasa, hingga busuk tak lagi membuatmu surut

Hey, bukankah pedoman itu setia kau anut
lantas kenapa sekarang kau takut
benarkah kau telah mengendus anyir darahmu di cermin yang menampilkan wajah-wajah absurd
aiih, ternyata kau bersungguh-sungguh
lihat, peluhmu semakin lumpur dan kecut

Sudah, cukuplah kau tertawa
jika bosan, palingkan muka saja
lelahku kini dalam permainan sandiwara
tak mau lagi menunggu hingga uban menumbuhi kepala
retaklah, menyerpih dan purna
kau menjelma abu dosa

Luntur sudah pupur pendusta usia
aku, kau, kita tak lagi sama
tak akan sanggup biaskan aura muda
atau kharisma yang dulu menjadikannya angkuh
seperti denyut malam yang tetap terjaga hingga subuh
kini, semakin tegas sisa garis-garis yang luput dan keruh

Sunyi tentu saja membuka pintu
kepada nama-nama yang mengetuknya dengan rindu
memeluk kekasih tercinta, seperti juga kematian mendekap erat
maka, biarkanlah kumemula ikhlas berserah
ibadahku, hidupku dan matiku hanya kepadaMu

人长与人尺人  长工ㄒ人
口ㄇ口 - 于ㄚ
了长ㄒ - ㄒ人与㈠工
คקгเl  2013

kolaborasi dgn Fy Nady Sakyna

Senin, 06 Mei 2013

PELANGI DI ATAS LUKA

PELANGI DI ATAS LUKA

Harum kenanga ini membuat debar jantungku bersicepat tak sabar, sepertinya aku terlambat dan tak sempat, kedatanganku kali ini bukan semata mengusung dendam. Saat-saat akhir menjelang kepergianmu adalah moment yang tepat, mempertontonkan kebahagiaanku mungkin bisa membuatmu lebih menderita.
Luka itu masih dalam membekas, dendam ini begitu bara di dada.

Tiga belas April 5 tahun yang lalu, kala kuterbaring mengerang pada batas yang sangat tipis antara hidup dan kematian,hanya ada darah dan pisau bedah di tubuhku yang lemah tak merasakan apa-apa selain gelap kesunyian, berjuang sendirian tanpa kau yang tiba-tiba berubah pengecut, menghilang tiada kabar.

Rumah mungil ini tetap asri sederhana, berpagar melati dan asoka dengan bangku taman di bawah rimbunnya pohon mangga pada pekarangannya. Masa-masa yang indah, dimana setiap keinginanku yang hinggap
pada dahan, ranting atau pucuk daunnya selalu kau petikkan untukku.

"Eh.. Non Wulan, silahkan masuk, makin cantik dan sehat ya Pak?"
"Benar Bu, den Arya memang pintar merawat dan membahagiakan istrinya." Senyum kemenangan tersungging di bibir Wulan
"Kau dengar itu Bima, ingin rasanya melihat mimik mukamu saat ini."
"Ah, Bapak Ibu terlalu memuji."
"Oh ya, ke mana Bima, istri dan anaknya?"
"Dia terlalu asyik dengan kesendiriannya,baru kemarin ia pergi."Kami sekeluarga mengucapkan banyak terima kasih atas budi baik suamimu Arya, selama ini telah menyempatkan menjenguk juga menanggung semua biaya pengobatannya."
"Ahh, rupanya lantaran sahabatmu ini, bukan alasan rapat dengan relasi yang
menyulut pertengkaran kecil kita akhir-akhir ini, maaf aku telah berburuk sangka padamu Arya."
"Sebentar, ini Bima ada menitipkan surat untuk Non Wulan."

Wulanku...

10 April
Tiada yang lebih mencemaskan dari ini, melihat kondisimu semakin parah dan yang lebih menyakitkan aku tak dapat berbuat apa-apa. Aku pergi ke kota menemui sahabat kita Arya, dialah solusi terbaik untukmu dan cinta ke depannya.

13 April...
Hari ini cintaku telah moksa dengan sempurna bersama naiknya jalan cahaya
meninggalkan kampung dan tubuh tercinta, usai kutanamkan denyut vital pada organmu yang anfal. Jangan kau jatuhkan lagi butiran banal, sebab aku tak ingin sia-sia dan gagal.

14 April...
Ternyata tuhan masih bermurah hati memberiku kesempatan sekali lagi merasakan nikmat dunia, kuharap kebaikan dan doa yang sama untukmu di
kamar seberang.

18 April...
Serupa menanggalkan beban, nafasku sungguh lapang dan lega, melihat rona segar wajahmu tersapu mentari pagi. Tatap mesra matamu adalah masa depan cinta bersama Arya yang kan selalu setia menjaga. Tiada lagi kecemasan, aku dapat pergi dengan tenang sekarang.

Bunga Pangestika...
Sudah 3 tahun lewat, sepertinya baru kemarin nama itu kuberikan pada putri pertamamu, hari ini kalian tambahkan kebahagiaan dan kebanggaan kepadaku, lewat namaku yang kau sematkan pada putra keduamu. Arya Bima Setya, nama-nama yang membuatku selalu terharu bahagia. Rasanya tak ada lagi yang harus kukejar di dunia ini, satu-satunya impianku
melihatmu bahagia telah terlaksana. Menjadi bagian kecil dari perjalananmu adalah nikmat cinta yang sebenarnya.Saatnya kutinggalkan hingar bingar fana, menuju rumah kekasih tercinta, semoga ada tempat untukku di sana dalam perjamuan agung-Nya.

Bola cahaya mengecil di sudut mata
Kekasih, ingin kuselipkan di sanggulmu bunga
Melati dari kuncup pertama benih-benih cinta
Sebening embun, hilangku luruh di langit doa.

ps: usai kau baca, bakarlah surat ini, taburkan abunya bersama bunga dan doa di atas pusaraku

Gerimis di luar sana, mata Wulan mulai berkabut, terasa lemas persendian, tanpa sadar surat terlepas dari genggaman.
Seperti mimpi, seketika sayup-sayup terdengar lagu HUJAN BULAN APRIL, lagu yang dulu kerap kau senandungkan saat kita berteduh.
" ♪♬kita berdua... senasib dan serupa penderitaan
Tetes hujan kuusap musnah di pipimu
oooh ho sayang...♬♬

Minggu, 05 Mei 2013

KHARISMA AYAH

KHARISMA AYAH

Seperti tak rela, satu persatu semua yang
tumbuh oleh sentuhan tangan dinginmu
mengikuti kepergianmu. Meski telah kuterapkan standar yang sama, tetap saja stagnan. Mereka benar-benar merasa kehilangan. Sungguh membuatku terkagum dan heran, begitu setianya kalian pada sang tuan.

Tuan tak datang
Tumbuh subur ilalang
Bunga menghilang

Ditiap-tiap jabat tangan, tak sanggup lebih lama lagi kutatap wajah kalian. Selalu saja kalian menepukkan ketabahan di pundak, lewat cerita-cerita kejadian yang melibatkan dan menjadikan beliau teladan. Menapaki jejakmu adalah kebanggaan sekaligus beban untuk kulanjutkan di sisa perjalanan.

Masih ada jejak
Anak penyu merangkak
Tersapu ombak

Jkt 2012

Sabtu, 04 Mei 2013

SEBATAS DOA

SEBATAS DOA

: ibu

Masihkah nafas kita sama
melafadzkan nama-nama kepada sunyi atau dinihari yang terjaga
hening, hembusan angin menyuarakan dingin dedaun gugur,  serupa bait-bait usia merapat ke
tanah, semuanya luruh tersita kata-kata

Kau menjelma rahim dalam penaku,melahirkan anak-anak do'a pada lembar demi lembar catatanku yang menjadikannya bisu
dan aku menguapkannya begitu saja,seperti juga rindu tetesannya tak sampai mengikis batu yang selalu
mengeras dalam benakku

Jangan dulu pergi atau menjauh,aku masih butuh gemercik subuh yang kau timba di sumur belakang
meski kerap terlewat, ada satu, dua ayat sempat kubermunajat

AksaraHati
Ono Tksh
230512

KERANDA HUJAN

KERANDA HUJAN

Di mata hujan kulihat hanya api
selebihnya tak ada opsi
selain belati atau wangi melati
semua sama tajamnya menghujam di dada kiri, uluhati dan kaki
setiap tetes merahnya menyala, hitam putih sunyi mengental lesap di pori-pori

Tak ada yang baru dari kenangan, kecuali kita luput dan salah mengingatnya
sepertinya ia lebih kekal dari masa depan yang kerap terlupa
sebab kita selalu saja tergoda melarikannya di lubang yang sama
sebuah lubang yang tercipta antara surga dan neraka
di sela sunyi dan rasa suntuk dewa-dewi melahirkan kisah-kisah cinta

Hujan selalu menemukan cara menyampaikan pesan
mendung mengabarkan kesiapan
sebelum riuh dan bisingnya jatuh mengusik kemapanan
gelombang petir menguatkan sinyal perihnya cambukan
perlahan ia reda serupa iring-iringan mengantar kehilangan menuju hening kesunyian

di kejauhan, lolong anjing kepada rembulan begitu lepas dan bebas menyuarakan kegelapan

คкรคгค  ђคtเ
๏ภ๏  tкรђ
ןкt 0413