Jumat, 24 Mei 2013

FF & PUISI

Hujan ke Sebelas
by: Fy Nady Sakyna

"Aku suka sekali  hujan yang setiap kali dikirimnya," bibirnya menyungging senyum yang ranum. Sangat manis. Ayu terbelalak.

"Nggak salah dengar nih, Fy. Bukankah kamu sangat membenci hujan?"

"Tidak, kali ini. Seperti basahnya yang mampu menyembunyikan airmataku." Dari balik jendela dipandanginya hujan di luar sana.

"Ada yang nggak beres nih. Kamu lagi jatuh cinta yah?" Ayu menebak. "Jangan bilang kalau sama si Ucup, yah?" seseorang yang diajak bicara sudah menghilang dari kamar.

Kaki mungilnya menapaki rerumputan yang basah. Sesekali berkecipak dengan air yang menggenang di halaman rumah mungil itu. Langit masih berawan. Begitupun kabut yang menenggelamkan kota. Sehingga sore itu menjadi sedikit remang. Namun ada rona jingga di kedua pipinya. Membayangkan pangeran pujaannya itu datang membawakan bunga untuknya.

"Heh! Fy. Itu cowok baru kamu, yah? Cakep uey. Pake kereta kuda lagi datengnya. Kereeen..," Ayu memanggilnya dari dalam rumah. Tangannya menunjuk arah di seberang jalan. Sosok kekar itu berjalan menuju rumah mereka. Fy tersipu dan segera menghambur untuk membukakan pintu pagar.

"Apa-apaan sih kamu, Fy?" gertakan itu mengagetkannya.

"Loh? kok njenengan yang datang, Gu.., guru?"

"Aku tunggu hasil puisimu sampai lumutan. Mana puisi hujanmu?" suara galak guru Ono menyadarkannya.

"Sa.., saya lagi nyari inspirasi toh, Guru. Sampai mainan hujan begini juga belum dapat," Fy menunduk takut.

"Kamu sadar nggak sih? tiap kali aku beri tugas nulis dengan tema "hujan", kamu selalu minta aku kasih contoh dulu. Sampai sekarang sudah sepuluh kali contoh hujan yang aku tulis." Guru Ono mulai geram.  Ayu keluar halaman membawa payung dan  mempersilahkan Guru Ono yang basah kuyup untuk segera  masuk rumah.

"Kok, Mas Ono tumben kemari pake kereta kuda, yah?"

"Hust! Andong itu mah! Manis amat kereta kuda. Jakarta makin polusi aja udaranya. Selain cinta alam, apa salahnya toh, kita juga turut mengurangi membludaknya mobil di ibukota ini."

"Oh..,iya, iya," Ayu dan Fy hanya manggut-manggut.

"Tadi saya kira pangeran yang dateng mau jemput Fy sih, Mas,"Ayu nyeletuk.

"Pantesan tadi aku perhatikan kok dia pake senyum-senyum sendiri," guru Ono tertawa renyah. Fy merasa semakin tersudut.

"Woooaaa.., susahnya nulis puisi hujan seperti milik guru Ono. Kali ini saya ngalah. Tolong kasih contoh lagi yah. Please.., pluuuease," Fy memasang wajah memelas sambil mengusap ingusnya.

HUJAN DAN CEMBURUMU
by : Ono Takashih


Kenapa harus hujan, sajakmu
rindu ini tak ubahnya debu di atap rumah
ia jatuh dan luruh hanya untuk merapat ke tanah
kemilaunya sekedar  basah
sedang tampiasnya kembali menepuk resah

Lagi-lagi hujan, ketusmu
tak ada ekspresi yang menjadikannya candu seperti ini
saat wajahmu bersungut-sungut dengan bibir sedikit mengerucut
kunikmati kopi dan kerutan di dahimu yang bersikeras menangkap lompatan imaji
sesekali kulihat puisi memelas di matamu yang api

Terima kasih hujan
teruntuk bait-bait yang membuatnya merajuk, bertekuk lutut berharap tambahan diksi 
kelak, kurajah huruf tebal-tebal sebagai kerinduan di tubuh puisi
kepada wajah cemberut dan aroma khasmu yang kuinsyafi
kau, perempuan penikmat puisi dan terasi

人长与人尺人  长工ㄒ人
口ㄇ口 - 于ㄚ
了长ㄒ - ㄒ人与㈠工
140513

Tidak ada komentar:

Posting Komentar